PEWARNAAN SPORA
JUDUL : Pewarnaan Spora
Hari / Tanggal : Sabtu, 23 Maret 2013
Tujuan : untuk melihat spora pada bakteri
Metode : 1.) Klein
2.)Schaeffer dan Fulton
Dasar Teori :
Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai
dengan pewarnaan biasa, diperlukan teknik pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein
adalah pewarnaan spora yang paling banyak digunakan.
Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram.
Untuk pewarnaan endspores, perlu dilakukan pemanasan supaya cat malachite
hijau bisa masuk ke dalam spora , seperti halnya pada pewarnaan
Basil Tahan Asam dimana cat carbol fuschsin harus
dipanaskan untuk bisa menembus lapisan lilin asam mycolic dari
Mycobacterium .
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat
membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut,
dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel.
Pelczar (1986), menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang secara
metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel
bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif.
Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi.
Santoso (2010) menyebutkan bahwa ada dua genus bakteri yang dapat membentuk
endospora, yaitu genus Bacillus dan genus Clostridium.Strukturspora yang
terbentuk di dalamtubuh vegetative bakteri disebut sebagai ‘endospora’
(endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara
sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami
dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa
lapisan tambahan.
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat
bertahan pada kondisi yang ekstrim.Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat
membentuk endospore ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan
sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru
di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan
pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari
pewarnaan yang dimaksudkan oleh Volk & Wheeler tersebut adalah dengan penggunaan
larutan hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel vegetative juga
diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative ini berwarna
merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi
spora di dalam tubuh sel vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada juga
zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya
melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat
warna tersebu tsehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam
dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri,
tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri.Semua spora bakteri
mengandung asam dupikolinat.Yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel
vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh
spora.Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah yang kemudian dimanfaatkan
untuk di warnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau
malakit. Sedangkan menurut pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora
bakteri juga terdapat kompleks Ca2+dan asam dipikolinan peptidoglikan.
Proses pembentukan spora disebut sprorulasi, pada umumnya proses ini mudah
terjadi saat kondisi medium biakan bakteri telah memburuk, hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa, sampel yang diambil dalam praktikum ini berasal dari
biakan bakteri yang dibuat beberapa minggu yang lalu, sehingga di asumsikan,
nutrisi di dalam medium telah hampir habis, sehingga diharapkan bakteri
melakukan proses sporulasi ini. Haapan ini terbukti benanr dengan kenyataan
bahwa dari kedua sampel yaitu koloni 1 dan koloni 2, keduanya sama-sama
menghasilkan spora.
Namun menurut Dwijoseputro (1979) beberapa bakteri mampu membentuk spora
meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal
ini dimungkinkan karena bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan
pertumbuhan dan perkembangannya memang memiliki satu fase sporulasi. Masih
menurut Dwijoseputro (1979) jka medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi
lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri
dapat kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora. Hal ini dimungkinkan
karena struktur bakteri yang sangat sederhana dan sifatnya yang sangat mudah
bermutasi, sehingga perlakuan pada lingkungan yang terus menerus dapat
mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan kehilangan kemampuannya dalam
membentuk spora.
Proses pembentukan spora di dalam sel vegetatif bakteri, terjadi dalam beberapa
tahapan, secara singkat bagan proses pembentukan spora bakteri di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Terjadi kondensasi DNA pada bakteri yang akan membentuk spora
2. Terjadi pembalikan membran sitoplasma, sehingga, lapisan luar membran kini
menjadi lapisan dalam membran (calon) spora.
3. Pembentukan korteks primordial (calon korteks)
4. Pembentukan korteks
5. Spora terlepas dan menjadi spora yang bebas, pada tahap 5 ini,jika spora
mendapatkan lingkungan yang kondusif, maka ia bisa tumbuh menjadi satu sel
bakteri yang baru. (sumber: FMIPA UPI)
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-tahun
bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang normal.
Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70oC, namun spora tetap hidup,
spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan selama 1 jam lebih.
Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap menjadi spora,
sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi
satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara normal (Volk &
Wheeler, 1988).
PENDAHULUAN
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri
terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti
kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista
merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk
melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak menguntungkan.(Dwidjoseputro,
2001)
Sepanjang pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan basillah yang
dapat membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil mampu berbuat demikian.
Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium yang
anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan
spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro, 2001)
Endospora hanya terdapat pada bakteri. Merupakan tubuh berdinding tebal, sangat
refraktif, dan sangat resisten, dihasilkan oleh semua spesies Bacillus,
Clostridium dan Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat
tumbuh dan bereproduksi selama banyak generasi sebagai sel vegetatif. Namun
pada beberapa tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi sintesis protoplasma
baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang dimaksudkan untuk menjadi spora.
(Pelczar,1986)
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang, hal ini bergantung
pada spesies. Endospora ada yang lebih kecil dan ada pula yang lebih besar
daripada diameter sel induk. (Dwidjoseputro, 2001)
Letak endospora di dalam sel serta ukurannya selama pembentukannya tidaklah
sama bagi semua spesies. Sebagai contoh, beberapa spora adalah sentral yaitu
dibentuk di tengah-tengah sel, yang lain terminal yaitu dibentuk di ujung; dan
yang lain lagi subterminal yaitu di dekat ujung. (Pelczar,1986)
Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi, jika keadaan medium memburuk, zat-zat
yang timbul sebagai pertukaran zat bertimbun-timbun dan faktor-faktor luar
lainnya merugikan. Tetapi pada beberapa spesies mampu membentuk spora meskipun
tidak terganggu oleh faktor luar. Sporulasi dapat dicegah, jika selalu diadakan
pemindahan piaraan ke medium yang baru. Beberapa spesies bakteri dapat
kehilangan kemampuannya untuk membentuk spora. Spora dapat tumbuh lagi menjadi
bakteri biasa apabila keaadaan di luar menguntungkan. Mula-mula air meresap ke
dalam spora, kemudian spora mengembang dan kulit spora menjadi retak karenanya.
Keretakan ini dapat terjadi pada salah satu ujung, tetapi juga dapat terjadi
pada tengah-tengah atau dekat tengah-tengah spora. Hal ini merupakan ciri khas
bagi beberapa spesies Bacillus. Jika kulit spora pecah di tengah-tengah, maka
masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup pada kedua ujung bakteri.
(Dwidjoseputro, 2001)
PEWARNAAN SPORA BAKTERI
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri
terhadap pengaruh buruk dari luar. Segera setelah keadaan luar baik lagi bagi
mereka, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri. Spora lazim disebut
endospora ialah karena spora itu dibentuk di dalam sel. Endospora jauh lebih
tahan terhadap pengaruh luar yang buruk dari pada bakteri biasa yaitu bakteri
dalam bentuk vegetatif. Sporulasi dapat dicegah, jika selalu diadakan
pemindahan piaraan ke medium yang baru.
Endospora dibuat irisan dapat terlihat terdiri atas pembungkus luar, korteks
dan inti yang mengandung struktur nukleus. Apabila sel vegetatif membentuk
endospora, sel ini membuat enzim baru, memproduksi dinding sel yang sama sekali
baru dan berubah bentuk. Dengan kata lain sporulasi adalah bentuk sederhana
diferensiasi sel, karena itu, proses ini diteliti secara mendalam untuk
mempelajari peristiwa apa yang memicu perubahan enzim dan morfologi.
Spora biasanya terlihat sebagai badan-badan refraktil intrasel dalam sediaan
suspensi sel yang tidak diwarnai atau sebagai daerah tidak berwarna pada sel
yang diwarnai secara biasa. Dinding spora relatif tidak dapat ditembus, ini
pula yang mencegah hilangnya zat warna spora setelah melalui pencucian dengan
alkohol yang cukup lama untuk menghilangkan zat warna sel vegetatif. Sel
vegetatif akhirnya dapat diberi zat warna kontras. Spora biasanya diwarnai
dengan hijau malachit atau carbol fuchsin.
Spora kuman dapat berbentuk bulat, lonjong atau silindris. Berdasarkan letaknya
spora di dalam sel kuman, dikenal letak sentral,subterminal dan terminal. Ada
spora yang garis tengahnya lebih besar dari garis tengah sel kuman, sehingga
menyebabkan pembengkakan sel kuman. spora merupakan stadium dorman dari sel
vegetatif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan
spora:
Fiksasi
Smear terlalu tebal
Waktu pengecatan tidak tepat
Konsentrasi reaagen
Umur bakteri
Nutrisi
Ada 2 jenis bakteri yang dapat membentuk spora
Clostridium adalah bakteri yang
bersifat anaerob
Bacillus adalah Bakteri yang bersifat
aerob
Stuktur endospora berbeda-beda untuk setiap
spesies
Clostridium botullinum: sporanya subterminal
Clostridium tetani:sporanya terminal
Bacillus anthracis: sporanya central
Endospora bakteri merupakan struktur yang
paling tahan terhadap lingkungan yang ekstrim misalnya kering, kepanasan, dan
keadaannya asam.
Macam-macam metode pengecetan
Schaffer fulton
Klein vedder
Bartolomew mittler
Core: sitoplasma dari spora yang didalamnya
terkandung semua unsure untuk kehidupan bakteri seperti kromosom yang komplit,
komponen- komponen untuk sintesis protein dan sebagainya.
Cortex: lapisan yang paling tebal dari spora
envelope, terdiri dari lapisan peptidoglikan tapi dalam bentuk yang istimewa.
Dinding spora: lapisan paling dalam dari
spora, terdiri dari peptidoglikan dan akan menjadi dinding sel bila spora
kembali dalam bentuk vegetative.
Eksosporium: lipoprotein membrane yang
terdapat dari luar.
Coat: terdiri dari zat semacam keratin, dan
keratin inilah yang menyebabkan spora relatif tahan terhadap pengaruh luar.
Pada hasil pengamatan praktikum Pewarnaan
Spora kali ini, digunakan suspensi dari bakteri Salmonella typhii dan Bacillus
subtilis. Suspensi bakteri ini telah disiapkan sebelumnya. Pada saat
pembuatan preparat sama halnya dengan pewarnaan Gram waktu yang ditentukan
untuk penetesan zat warna dan H2SO4 sebaiknya tidak lebih ataupun kurang
dari waktu yang telah ditentukan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi
hasil preparat saat dilihat dbawah mikroskop.
Perbedaan Pewarnaan tahan asam dan Pewarnaan spora ialah pada pewarnaan tahan
asam bertujuan untuk melunturkan pewarnaan bakteri yang tahan asam. Sedangkan
pewarnaan spora bertjuan untuk mewarnai spora pada bakteri yang dapat membentuk
spora.
Berdasarkan pengamatan, yang terlihat ialah bakteri Bacillus subtilisdengan
spora yang terminal, yaitu letak spora ada diujung sel. Sebenarnya jenis
letak spora ada 3 buah: sentral, yaitu letak spora berada di tengah-tengah
sel; terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; sub terminal,
yaitu letak spora diantara ujung dan di tengah-tengah sel. Akan tetapi pada
pengamatan ini hanya ada spora terminalis.Warna sporanya merah sedangkan dan
warna badan vegetatif adalah ungu. Pada hasil pengamatan juga tidak terlihat
adanya spora pada bakteri Salmonella typhii , hal itu
dikarenakan bakteri Salmonella typhii tidak memiliki spora dan
bakteri ini tergolong bakteri non-spora atau bakteri yang tidak dapat
menghasilkan spora. Lain halnya dengan bakteri Bacillus subtilis yang
merupakan dari famili Bacillaceae. Bakteri yang dapat menghasilkan spora
diantaranya ialah bakteri berasal dari famili Bacillaceae,
genus Bacillus, Clostridium, dan Sporosarcina.
Klasifikasi bakteri Bacillus subtilis adalah:
Species: Bacillus subtilis
(Ehrenberg, 1835)
Cohn, 1872
Sedangkan klasifikasi bakteri Salmonella typhii adalah:
Species: Salmonella typhii
Alat & Bahan :
1.) Metode Klein
- suspensi kuman
- Object Glass
- Ose
- Pinset
- lampu spirtus
- oil immercy
- mikroskop
- Larutan warna yang diperlukan ialah:
· Carbolfuchsin Ziehl Neelsen.
. Methylen biru 1%.
· Asam sulfat 1%.
2.)Metode Schaeffer dan Fulton
- suspensi kuman
- ose
- Object glass
- pinset
- lampu spirtus
- oil immercy
- mikroskop
- Larutan-larutan yang diperlukan:
· Larutan Malachiet hijau 5% dalam aquadest. (sesudah dibuat biarkan dahulu ½
jam, kemudian disaring, baru dapat dipakai).
· Larutan Safranin 0,5% dalam aquadest.
CARA KERJA :
1.) metode Klein
- siapkan object glass yang kering dan bebas lemak
- teteskan suspensi kuman
- keringkan dengan lampu spirtus
- teteskan asam sulafat selama 3 detik.
- cuci dengan air mengalir
- teteskan methylen blue selama 3 menit
- buang sisa methylen blue
- lalu cuci dengan air mengalir
- keringkan dengan kertas saring
- periksa di mikroskop di pembesaran 100 x
2.) metode Schuffer dan Fulton
1. Buat sediaan dari suspensi kuman yang akan
diperiksa, keringkan, kemudian fiksasi di atas api 3x.
2. Tetesi dengan larutan Malachiethijau 5%, uapkan perlahan-lahan, biarkan
menguap 1½ menit.
3. Cuci dengan air kran, kemudianbubuhi dengan larutan Safranin 0,5% selama 1½
menit.
4. Cuci lagi dengan air, kemudian keringkan dengan kertas saring, periksa
dengan mikroskop.
HASIL PENGAMATAN :
!.) metode Klein
2.) metode schaeffer dan fulton
KESIMPULAN :
1.) metode Klein
Vegetatif bewarna biru, spora batang basil, susunan rantai, spora merah, letak spora central
2.)metode Schaeffer fulton
vegetatif merah, spora batnang basil, susunan rantai, spora hijau, letak spora central
DAFTAR PUSTAKA :
- Dwidjoseputro, D.2005. Dasar- dasar
Mikrobiologi. Jakarta: PT Penerbit Djambatan.
- Jawetz, E., Joseph Melnick&Edward
Aldeberg.1996. Mikrobiologi Kedokteran, diterjemahkan
oleh Edi Nugroho dan R. F Maulany.Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC.
- Pelczar, M J.dan E.C.S Chan.1986.Dasar- dasar
Mikrobiologi Jilid 1Jakarta: UI Press.
- Razali, U. 1987. Mikrobiologi Dasar.Jatinangor:FMIPA
UNPAD.
- Volk, W.A dan Margaret Fwheeler.1988.Mikrobiologi
Dasar, diterjemahkan oleh: Markham,
M.sc.Jakarta: Erlangga.