Monday, 29 June 2015

Pewarnaan Spora

PEWARNAAN SPORA

JUDUL                           : Pewarnaan Spora

Hari / Tanggal                  : Sabtu, 23 Maret 2013

Tujuan                             : untuk melihat spora pada bakteri

Metode                           : 1.) Klein
                                         2.)Schaeffer dan Fulton

Dasar Teori                      :


Spora bakteri (endospora) tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan biasa, diperlukan teknik pewarnaan khusus. Pewarnaan Klein adalah pewarnaan spora yang paling banyak digunakan.
Endospora sulit diwarnai dengan metode Gram. Untuk pewarnaan endspores, perlu dilakukan pemanasan supaya cat malachite hijau  bisa masuk ke dalam spora , seperti halnya pada pewarnaan  Basil Tahan Asam dimana cat  carbol   fuschsin  harus dipanaskan untuk bisa menembus  lapisan lilin asam mycolic  dari Mycobacterium .
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel. Pelczar (1986), menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang secara metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif.
Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi.
Santoso (2010) menyebutkan bahwa ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan genus Clostridium.Strukturspora yang terbentuk di dalamtubuh vegetative bakteri disebut sebagai ‘endospora’ (endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan.
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim.Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk endospore ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan oleh Volk & Wheeler tersebut adalah dengan penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel vegetative juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative ini berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebu tsehingga memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri, tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri.Semua spora bakteri mengandung asam dupikolinat.Yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora.Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk di warnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan hijau malakit. Sedangkan menurut pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora bakteri juga terdapat kompleks Ca2+dan asam dipikolinan peptidoglikan.

Proses pembentukan spora disebut sprorulasi, pada umumnya proses ini mudah terjadi saat kondisi medium biakan bakteri telah memburuk, hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa, sampel yang diambil dalam praktikum ini berasal dari biakan bakteri yang dibuat beberapa minggu yang lalu, sehingga di asumsikan, nutrisi di dalam medium telah hampir habis, sehingga diharapkan bakteri melakukan proses sporulasi ini. Haapan ini terbukti benanr dengan kenyataan bahwa dari kedua sampel yaitu koloni 1 dan koloni 2, keduanya sama-sama menghasilkan spora.
Namun menurut Dwijoseputro (1979) beberapa bakteri mampu membentuk spora meskipun tidak dalam keadaan ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal ini dimungkinkan karena bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan pertumbuhan dan perkembangannya memang memiliki satu fase sporulasi. Masih menurut Dwijoseputro (1979) jka medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri dapat kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora. Hal ini dimungkinkan karena struktur bakteri yang sangat sederhana dan sifatnya yang sangat mudah bermutasi, sehingga perlakuan pada lingkungan yang terus menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora.
Proses pembentukan spora di dalam sel vegetatif bakteri, terjadi dalam beberapa tahapan, secara singkat bagan proses pembentukan spora bakteri di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Terjadi kondensasi DNA pada bakteri yang akan membentuk spora
2. Terjadi pembalikan membran sitoplasma, sehingga, lapisan luar membran kini menjadi lapisan dalam membran (calon) spora.
3. Pembentukan korteks primordial (calon korteks)
4. Pembentukan korteks
5. Spora terlepas dan menjadi spora yang bebas, pada tahap 5 ini,jika spora mendapatkan lingkungan yang kondusif, maka ia bisa tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru. (sumber: FMIPA UPI)
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-tahun bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70oC, namun spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara normal (Volk & Wheeler, 1988).

PENDAHULUAN
Spora bakteri adalah bentuk bekteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak menguntungkan.(Dwidjoseputro, 2001)
Sepanjang pengetahuan yang kita miliki sekarang, hanya golongan basillah yang dapat membentuk spora, akan tetapi tidak semua basil mampu berbuat demikian. Beberapa spesies Bacillus yang aerob dan beberapa spesies Clostridium yang anaerob dapat membentuk spora. Spora ini lazim disebut endospora, dikarenakan spora itu dibentuk di dalam sel. (Dwidjoseputro, 2001)
Endospora hanya terdapat pada bakteri. Merupakan tubuh berdinding tebal, sangat refraktif, dan sangat resisten, dihasilkan oleh semua spesies Bacillus, Clostridium dan Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh dan bereproduksi selama banyak generasi sebagai sel vegetatif. Namun pada beberapa tahapan di dalam pertumbuhannya, terjadi sintesis protoplasma baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang dimaksudkan untuk menjadi spora. (Pelczar,1986)
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang, hal ini bergantung pada spesies. Endospora ada yang lebih kecil dan ada pula yang lebih besar daripada diameter sel induk. (Dwidjoseputro, 2001)
Letak endospora di dalam sel serta ukurannya selama pembentukannya tidaklah sama bagi semua spesies. Sebagai contoh, beberapa spora adalah sentral yaitu dibentuk di tengah-tengah sel, yang lain terminal yaitu dibentuk di ujung; dan yang lain lagi subterminal yaitu di dekat ujung. (Pelczar,1986)
Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi, jika keadaan medium memburuk, zat-zat yang timbul sebagai pertukaran zat bertimbun-timbun dan faktor-faktor luar lainnya merugikan. Tetapi pada beberapa spesies mampu membentuk spora meskipun tidak terganggu oleh faktor luar. Sporulasi dapat dicegah, jika selalu diadakan pemindahan piaraan ke medium yang baru. Beberapa spesies bakteri dapat kehilangan kemampuannya untuk membentuk spora. Spora dapat tumbuh lagi menjadi bakteri biasa apabila keaadaan di luar menguntungkan. Mula-mula air meresap ke dalam spora, kemudian spora mengembang dan kulit spora menjadi retak karenanya. Keretakan ini dapat terjadi pada salah satu ujung, tetapi juga dapat terjadi pada tengah-tengah atau dekat tengah-tengah spora. Hal ini merupakan ciri khas bagi beberapa spesies Bacillus. Jika kulit spora pecah di tengah-tengah, maka masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup pada kedua ujung bakteri. (Dwidjoseputro, 2001)

PEWARNAAN SPORA BAKTERI
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Segera setelah keadaan luar baik lagi bagi mereka, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri. Spora lazim disebut endospora ialah karena spora itu dibentuk di dalam sel. Endospora jauh lebih tahan terhadap pengaruh luar yang buruk dari pada bakteri biasa yaitu bakteri dalam bentuk vegetatif. Sporulasi dapat dicegah, jika selalu diadakan pemindahan piaraan ke medium yang baru.
Endospora dibuat irisan dapat terlihat terdiri atas pembungkus luar, korteks dan inti yang mengandung struktur nukleus. Apabila sel vegetatif membentuk endospora, sel ini membuat enzim baru, memproduksi dinding sel yang sama sekali baru dan berubah bentuk. Dengan kata lain sporulasi adalah bentuk sederhana diferensiasi sel, karena itu, proses ini diteliti secara mendalam untuk mempelajari peristiwa apa yang memicu perubahan enzim dan morfologi.
Spora biasanya terlihat sebagai badan-badan refraktil intrasel dalam sediaan suspensi sel yang tidak diwarnai atau sebagai daerah tidak berwarna pada sel yang diwarnai secara biasa. Dinding spora relatif tidak dapat ditembus, ini pula yang mencegah hilangnya zat warna spora setelah melalui pencucian dengan alkohol yang cukup lama untuk menghilangkan zat warna sel vegetatif. Sel vegetatif akhirnya dapat diberi zat warna kontras. Spora biasanya diwarnai dengan hijau malachit atau carbol fuchsin.
Spora kuman dapat berbentuk bulat, lonjong atau silindris. Berdasarkan letaknya spora di dalam sel kuman, dikenal letak sentral,subterminal dan terminal. Ada spora yang garis tengahnya lebih besar dari garis tengah sel kuman, sehingga menyebabkan pembengkakan sel kuman. 
spora merupakan stadium dorman dari sel vegetatif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan spora:

Fiksasi
Smear terlalu tebal
Waktu pengecatan tidak tepat
Konsentrasi reaagen
Umur bakteri
Nutrisi
Ada 2 jenis bakteri yang dapat membentuk spora
Clostridium adalah bakteri yang bersifat anaerob
Bacillus adalah Bakteri yang bersifat aerob
Stuktur endospora berbeda-beda untuk setiap spesies
Clostridium botullinum: sporanya subterminal
Clostridium tetani:sporanya terminal
Bacillus anthracis: sporanya central
Endospora bakteri merupakan struktur yang paling tahan terhadap lingkungan yang ekstrim misalnya kering, kepanasan, dan keadaannya asam.
Macam-macam metode pengecetan
Schaffer fulton
Klein vedder
Bartolomew mittler
Core: sitoplasma dari spora yang didalamnya terkandung semua unsure untuk kehidupan bakteri seperti kromosom yang komplit, komponen- komponen untuk sintesis protein dan sebagainya.
Cortex: lapisan yang paling tebal dari spora envelope, terdiri dari lapisan peptidoglikan tapi dalam bentuk yang istimewa.
Dinding spora: lapisan paling dalam dari spora, terdiri dari peptidoglikan dan akan menjadi dinding sel bila spora kembali dalam bentuk vegetative.
Eksosporium: lipoprotein membrane yang terdapat dari luar.
Coat: terdiri dari zat semacam keratin, dan keratin inilah yang menyebabkan spora relatif tahan terhadap pengaruh luar.
Pada hasil pengamatan praktikum Pewarnaan Spora kali ini, digunakan suspensi dari bakteri Salmonella typhii  dan Bacillus subtilis. Suspensi bakteri ini telah disiapkan sebelumnya. Pada saat pembuatan preparat sama halnya dengan pewarnaan Gram waktu yang ditentukan untuk penetesan zat warna dan H2SO4 sebaiknya tidak lebih ataupun kurang dari waktu yang telah ditentukan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi hasil preparat saat dilihat dbawah mikroskop.
            Perbedaan Pewarnaan tahan asam dan Pewarnaan spora ialah pada pewarnaan tahan asam bertujuan untuk melunturkan pewarnaan bakteri yang tahan asam. Sedangkan pewarnaan spora bertjuan untuk mewarnai spora pada bakteri yang dapat membentuk spora.
            Berdasarkan pengamatan, yang terlihat ialah bakteri Bacillus subtilisdengan spora yang terminal, yaitu letak spora ada diujung sel. Sebenarnya jenis letak spora ada 3 buah: sentral, yaitu letak spora berada di tengah-tengah sel;  terminal, yaitu letak spora ada diujung sel; sub terminal, yaitu letak spora diantara ujung dan di tengah-tengah sel. Akan tetapi pada pengamatan ini hanya ada spora terminalis.Warna sporanya merah sedangkan dan warna badan vegetatif adalah ungu. Pada hasil pengamatan juga tidak terlihat adanya spora pada bakteri Salmonella typhii , hal itu dikarenakan  bakteri Salmonella typhii tidak memiliki spora dan bakteri ini tergolong bakteri non-spora atau bakteri yang tidak dapat menghasilkan spora. Lain halnya dengan bakteri Bacillus subtilis yang merupakan dari famili Bacillaceae. Bakteri yang dapat menghasilkan spora diantaranya ialah bakteri berasal dari famili Bacillaceae, genus Bacillus, Clostridium, dan Sporosarcina.
            Klasifikasi bakteri Bacillus subtilis  adalah:
Kingdom: Eubacteria
Phylum: Firmicutes
Class: Bacilli
Order: Bacillales
Family: Bacillaceae
Genus: Bacillus
Species: Bacillus subtilis  
(Ehrenberg, 1835)
Cohn, 1872
            Sedangkan klasifikasi bakteri Salmonella typhii  adalah:
Kingdom: Bacteria
Phylum: Proteobacteria
Genus: Salmonella
Species: Salmonella typhii
Alat & Bahan                        :

1.) Metode Klein
  • suspensi kuman
  • Object Glass
  • Ose 
  • Pinset
  • lampu spirtus
  • oil immercy
  • mikroskop
  • Larutan warna yang diperlukan ialah:
· Carbolfuchsin Ziehl Neelsen.
. Methylen biru 1%.
· Asam sulfat 1%.
2.)Metode Schaeffer dan Fulton
  • suspensi kuman
  • ose
  • Object glass
  • pinset
  • lampu spirtus
  • oil immercy
  • mikroskop
  • Larutan-larutan yang diperlukan:
· Larutan Malachiet hijau 5% dalam aquadest. (sesudah dibuat biarkan dahulu ½ jam, kemudian disaring, baru dapat dipakai).
· Larutan Safranin 0,5% dalam aquadest.



CARA KERJA           :
1.) metode Klein
  1. siapkan object glass yang kering dan bebas lemak
  2. teteskan suspensi kuman
  3. keringkan dengan lampu spirtus
  4. teteskan asam sulafat selama 3 detik.
  5. cuci dengan air mengalir
  6. teteskan methylen blue selama 3 menit
  7. buang sisa methylen blue
  8. lalu cuci dengan air mengalir
  9. keringkan dengan kertas saring
  10. periksa di mikroskop di pembesaran 100 x
2.) metode Schuffer dan Fulton
1. Buat sediaan dari suspensi kuman yang akan diperiksa, keringkan, kemudian fiksasi di atas api 3x.
2. Tetesi dengan larutan Malachiethijau 5%, uapkan perlahan-lahan, biarkan menguap 1½ menit.
3. Cuci dengan air kran, kemudianbubuhi dengan larutan Safranin 0,5% selama 1½ menit.
4. Cuci lagi dengan air, kemudian keringkan dengan kertas saring, periksa dengan mikroskop.


HASIL PENGAMATAN         :
!.) metode Klein


2.) metode schaeffer dan fulton
KESIMPULAN                                       :
1.) metode Klein
 Vegetatif bewarna biru, spora batang basil, susunan rantai, spora merah, letak spora central
2.)metode Schaeffer fulton
vegetatif merah, spora batnang basil, susunan rantai, spora hijau, letak spora central
DAFTAR PUSTAKA                             :
  • Dwidjoseputro, D.2005. Dasar- dasar Mikrobiologi. Jakarta: PT Penerbit Djambatan.
  • Jawetz, E., Joseph Melnick&Edward Aldeberg.1996. Mikrobiologi Kedokteran,     diterjemahkan oleh Edi Nugroho dan R. F Maulany.Jakarta: Penerbit Buku      kedokteran EGC.
  • Pelczar, M J.dan E.C.S Chan.1986.Dasar- dasar Mikrobiologi Jilid 1Jakarta: UI   Press.
  • Razali, U. 1987. Mikrobiologi Dasar.Jatinangor:FMIPA UNPAD.
  • Volk, W.A dan Margaret Fwheeler.1988.Mikrobiologi Dasar, diterjemahkan oleh: Markham, M.sc.Jakarta: Erlangga.

No comments:

Post a Comment